Asal usul Gajah-Gajahan Ponorogo, Ternyata Tak Kalah Seru dari Kesenian Reog

- 29 Mei 2023, 10:53 WIB
Gajah-gajahan adalah salah satu bentuk pertunjukan rakyat Ponorogo selain Reog.
Gajah-gajahan adalah salah satu bentuk pertunjukan rakyat Ponorogo selain Reog. /Disbudparpora Ponorogo

PonorogoNews.com - Gajah-gajahan adalah salah satu bentuk pertunjukan rakyat Ponorogo selain Reog. 

 

Jenis kesenian ini diiringi dengan Kompang, Jidor atau Gamelan klasik, terutama alat-alat musiknya. 

Perbedaannya adalah bahwa kesenian ini tidak memiliki pakem yang tetap mulai alat-alat musik, gerak tari, lagu, dan bentuk musiknya berubah seiring perkembangan zaman. 

Perbedaan paling utama adalah hadirnya patung gajah yang terbuat dari kertas karton yang dilekatkan pada kerangka bambu.

Baca Juga: Selain Reog, Ternyata Ponorogo Punya Kesenian Tradisional Lainnya, Termasuk Tari Jaranan Thek yang Memukau

Asal usul Gajah-Gajahan Ponorogo

Asal usul gajah-gajahan tidak diketahui secara pasti, namun ada beberapa pendapat yang berbeda.

Salah satunya adalah bahwa gajah-gajahan bermula pada awal abad ke 15 yang merupakan ambisi raja Majapahit Wikramawardhana yang memberikan hadiah berupa hewan gajah Jawa ke berbagai kerajaan kerabat yang berada di kalimantan, Idochina hingga Jepang.

Gajah yang diberikan ialah hewan gajah dari wilayah wengker yang dibawah naungan demang ri wengker. 

Gajah Wengker memiliki tubuh gemuk tapi tidak terlalu tinggi, berwarna kehitaman dengan telinga yang besar dan berekor panjang yang kini dikenal dengan Gajah Jawa.

Masyarakat wengker terbiasa hidup berdampingan dengan Gajah untuk digunakan kegiatan sehari-hari untuk melakukan berbagai pekerjaan ringan hingga berat bahkan melibatkan Gajah pada sebuah perayaan. 

Baca Juga: Asal Usul Reog Ponorogo, Tari Topeng Terbesar Ini Ternyata Sudah Diakui Dunia

Karena jasa Wengker yang menyediakan gajah - gajah tersebut kepada Majapahit, maka dibuatlah arca gajah berukuran besar di Wengker yang kini berada di Desa Tugajah, Kecamatan Selosari, kabupaten Magetan.

Juga arca Gajah berukuran kecil di Ponorogo yang disimpan pada halaman pendopo Kabupaten Ponorogo.

Namun, ternyata hasil dari program pemberian hadiah berupa Gajah Wengker ke berbagai kerajaan membuat populasi gajah wengker menjadi sangat sedikit, hingga yang tersisa mengalami mati karena stres kehilangan kawanannya. 

Pada akhirnya tidak ada gajah sama sekali di Wengker, sehingga orang - orang wengker yang awalnya menggunakan gajah saat melakukan berbagai perayaan tidak ada gajah lagi.

Baca Juga: Berkunjung ke Kota Reog, Jangan Lupa Cicipi Kuliner Khas Ponorogo, Murah dan Enak

Maka dari itu, dibuatlah replika hewan gajah seperti halnya gajah yang pernah hidup di wengker sebagai objek sarana ritual maupun perayaan.

Pendapat lain adalah bahwa gajah-gajahan awalnya dikembangkan oleh komunitas santri atau daerah seputaran mushola/masjid terutama di daerah-daerah Jenangan, Siman, Mlarak, dan Jetis.

Gajah-gajahan memang diciptakan bukan sebagai kesenian ritual, namun adalah hanya sebagai kesenian untuk menghibur masyarakat. Selain itu juga memiliki fungsi merekatkan persaudaraan antar kalangan masyarakat santri.

Kesenian Gajah-gajahan yang dikembangkan kalangan santri saat itu di Ponorogo memang awal mulanya dilatarbelakangi sebuah perebutan kuasa politik, lewat instrumen kebudayaaan.

Reog yang saat itu telah mendarah daging bagi masyarakat Ponorogo memang menjadi sarana komunikasi yang efektif bagi rakyat.

Maka tidak mengherankan jika berbagai kekuatan politik pada tahun 1950-an sampai dengan 1960-an melirik Reog sebagai instrumen untuk merebut massa.

Editor: Lohanna Wibbi Assiddi

Sumber: Ponorogonews


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x