Network
PONOROGO NEWS - Setiap menjelang Grebeg Suro, tiga pusaka milik Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, dikeluarkan dan dikirab dari makam Batoro Katong ke lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Kirab pusaka ini tidak hanya menjadi atraksi budaya yang dinanti-nanti, tetapi juga memiliki makna sejarah yang dalam, mengenang perpindahan Kabupaten Ponorogo.
Sunarso, seorang budayawan Ponorogo, menjelaskan bahwa sebenarnya Kabupaten Ponorogo memiliki empat pusaka. Pusaka-pusaka tersebut adalah tombak Kanjeng Kiai Tunggul Nogo, payung Kiai Tunggul Wulung, angkin atau Cinde Puspito, dan keris Kiai Kodok Ngorek.
Baca Juga: Bandar Udara Paling Sibuk di Indonesia, Bandara Dhoho Kediri Termasuk?
Namun, keris Kiai Kodok Ngorek sudah tidak ditemukan lagi setelah masa pemerintahan Bupati Cokronegoro yang kedua.
Keris ini sempat menjadi pusaka Ponorogo namun hanya sampai masa Eyang Cokronegoro kedua. Hingga kini, keberadaan keris tersebut masih belum diketahui. Sunarso menambahkan bahwa ada bukti sejarah mengenai keris ini yang ia temukan di literatur perpustakaan Keraton Kasunanan Solo.
Pusaka Kanjeng Tunggul Nogo dan Tunggul Wulung berasal dari masa Majapahit, milik Eyang Brawijaya kelima. Sunarso menjelaskan bahwa saat terjadi perebutan kekuasaan, kedua pusaka ini dirawat oleh Eyang Joyodrono dan Joyodipo.
Dalam pesannya, Brawijaya mengatakan bahwa yang menemukan tombak tersebut adalah keturunannya. Joyodrono pergi ke Ponorogo dan bertapa, dalam perjalanannya ia bertemu dengan Batoro Katong, Patih Seloaji, dan Ki Ageng Mirah.
Kehebatan tombak Kiai Tunggul Nogo terbukti saat Ponorogo diserang oleh Ki Ageng Kutu setelah shalat Jumat. Batoro Katong, dengan hanya 40 santri, tampak akan kalah melawan pasukan Ki Ageng Kutu yang berjumlah 200.
